Ketika kesenian tradisional semacam calung atau gondang semakin dilupakan orang karena terdesak oleh kebudayaan asing yang menyilaukan mata, masih ada satu warisan kebudayaan Sunda yang tetap menarik untuk dinikmati: kulinernya. Bahkan kuliner Sunda sampai saat ini masih menjadi faktor penarik wisatawan dari daerah lain. Masakan Sunda selalu diburu oleh para penikmat wisata kuliner. Sebut saja nasi timbel, tutug oncom, karedok, ulukuteuk leunca, dan masih banyak lagi. Untuk makanan ringan dan minuman juga ada banyak pilihan, di antaranya surabi, comro, bandrek, dan bajigur.
Cita rasa masakan Sunda pada umumnya adalah gurih, tapi rasanya tidak terlalu tajam. Tidak terlalu manis seperti masakan Jawa, dan tidak bersantan seperti masakan Melayu. “Yang membuat masakan Sunda khas adalah perpaduan bumbunya,” kata Adang S., Pupuhu Caraka Sundanologi, yayasan yang bergerak dalam pelestarian kebudayaan Sunda. Bumbu yang digunakan tidak macam-macam, dan semuanya alami.
Yang harus ada dalam masakan Sunda adalah lalapan. Hampir sama dengan salad pada makanan barat, lalapan terdiri dari berbagai sayuran mentah, biasanya selada, kacang panjang, timun, tomat, daun pepaya, daun singkong, dan kemangi. Lalapan akan terasa lebih nikmat jika disantap bersama ‘pasangannya’, yaitu sambal yang pedasnya bisa membangkitkan selera makan. Menurut Adang, di Sunda dikenal tiga jenis sambal, yaitu sambal terasi, sambal oncom, dan sambal muncang yang menggunakan kemiri sebagai bumbu. Masakan Sunda tanpa lalapan dan sambal kurang lengkap rasanya.
Salah satu kuliner Sunda yang paling populer adalah nasi timbel. Ini adalah nasi yang dipulenkan dan dibungkus daun pisang, sehingga aromanya berbeda dengan nasi biasa, lebih menggoda. Nasi sengaja dipulenkan terkait dengan tradisi makan di Sunda dulu, yaitu menggunakan tangan langsung. Biasanya disantap bersama ayam atau ikan (dapat digoreng maupun dibakar), tahu, tempe, ikan asin, dan tentu saja lalapan dan sambal. Bisa juga ditambah sayur asem. Jika disantap selagi nasi masih panas dipadu dengan pedasnya sambal, rasanya sungguh memanjakan lidah. Dulu, bentuk nasi timbel bukan hanya lonjong seperti yang kita kenal sekarang, tapi juga kerucut seperti nasi tumpeng. Karena membuatnya cukup sulit, nasi timbel berbentuk kerucut ini sekarang sudah jarang ditemukan.
Dari dulu, Sunda memang identik dengan makanan. “Dulu anak gadis yang mau menikah disuruh bikin sambal dulu sama calon mertuanya. Kalau sambal buatannya enak, berarti dia bisa diterima,” kisah Adang. “Itu jadi motivasi buat orang Sunda supaya bisa masak enak.” Budaya menyantap lalapan pun datang dari kebiasaan orang Sunda yang gemar bercocok tanam. “Makanya orang Sunda yang di kampung sehat-sehat, lalapan kan mengandung banyak vitamin,” kisah Adang lagi. Penelitian memang menunjukkan, jenis-jenis tanaman yang digunakan dalam masakan Sunda termasuk dalam jenis tanaman obat alternatif untuk berbagai penyakit seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, diabetes melitus atau kencing manis, penyakit hati, asma, dan rematik.
Hingga kini, makanan Sunda masih digemari. Bukan hanya oleh orang Sunda asli, tapi juga oleh selain orang Sunda. Di Jawa Barat maupun daerah lain, rumah makan Sunda menjamur di mana-mana, dari kaki lima yang sederhana sampai yang tempatnya berpendingin ruangan. Di mall-mall pun, makanan Sunda bersanding dengan steak atau makanan Jepang, tak kalah bersaing. Makakan Sunda dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman, misalnya surabi yang dulu cuma berisi oncom sekarang rasanya bervariasi: coklat, stroberi, vanila, keju, susu, dan lain-lain. Pantas saja kuliner Sunda terus digemari. Raos pisan euy!
Labels: Koenjit